Monday, January 26, 2009

'Grassroots Spirit' Wayang Suket Gundono

Di saat ramai-ramainya tanggapan manggung pakeliran wayang kulit, Dalang (Ki) Slamet Gundono justru memilih pindah media ke Wayang Suket. - Nama asli pemberian orang tuanya sejak lahir sebenarnya cuma Gundono. Lahir di Slawi, Tegal, 19 Juni 1966, kedua orang tuanya hanyalah petani biasa. Adapun ‘Slamet’ adalah julukan pemberian gurunya semasa duduk di bangku Sekolah Dasar. Julukan itu hingga kini justru terus melekat dan dipakai terus sebagai nama depannya. Kabarnya dia pun telah merubah identitas nama panjangnya itu pula di akte kelahirannya. Kendati tak satupun dari keluarganya yang berdarah seni, ketertarikan pada dunia pedalangan diakuinya sudah dirasakan sejak masa kanak-kanak. Namun begitu, Gundono kecil banyak menghabiskan waktu sambil mengenyam pendidikan di pesantren hingga tingkat Madrasah Aliyah. Barulah setelah itu dia serius menekuni seni pedalangan dengan melanjutkan sekolah di jurusan Seni Pedalangan, Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta (lulus tahun 1999). Pada awalnya, sejak itu, dia dikenal sebagai dalang wayang kulit. Suatu ketika, tahun 1997, di Riau, pada sebuah tempat yang sama sekali tidak mengenal wayang kulit dan gamelan, tiba-tiba dia diminta mementaskan sebuah wayang. Seketika itulah dia teringat masa kecil di desanya yang sering bermain-main di sawah dan tiap hari melihat suket. Sering dia melihat para petani ketika sedang bersantai sambil menganyam bagian batang jenis rumput menyerupai model wayang untuk mengisi waktu. Terinspirasi dari itu, akhirnya dia memutuskan untuk memainkan wayang memakai suket di sana; dia bentuk, ikat, dan gulung menjadi beragam bentuk yang kemudian ia mainkan. Gamelannya pakai mulut, ala kadarnya dengan lakon “Kelingan Lamun Kelangan”. Itulah pertunjukkan wayang suket pertamanya. Tidak selesai sampai di situ, sepulang dari Riau, pengalamannya itu dia bawa pulang. Slamet Gundono pun mengumpulkan beberapa teman dan membentuk Komunitas Wayang Suket yang kemudian ia pakai sebagai nama Padepokan Komunitas Wayang Suket, di Ngringo, Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah. Tak di sangka, seiring dengan berjalannya waktu, pentas wayang suketnya ini ternyata mengundang banyak peminat. Tak hanya ditanggap di berbagai kota di tanah air, tapi juga membuatnya melanglang buana ke manca negara. Slamet Gundono pun menjadi sosok seniman fenomenal. Ditambah, ketika tampil di panggung, dia tidak menggunakan baju beskap, blangkon, dan keris di pinggang sebagaimana kaidah-kaidah seni pedalangan tradisional. Dengan postur tubuhnya yang tambun seberat 150 Kg itu dia justru memilih tampil dengan pakaian setengah telanjang, berkalungkan alat musik gitar ukulele berwarna hijau, membuatnya tampak nyentrik. Media pementasannya pun tidak menggunakan wayang, kecuali untuk gunungan atau beberapa tokoh. Malah kadang ia menggunakan buah-buahan hasil kebun; seperti cabe, mentimun, tomat, bawang merah, dan lain-lain yang tertancap di batang pisang yang diusungnya di atas panggung. Durasi pementasannya pun fleksibel, pernah hanya 15 menit, pernah satu jam, pernah juga tiga jam. Pernah pentas dengan tiga orang, pernah pula pentas dengan 30. Begitu juga dengan iringan musiknya, ia hanya membawa satu atau dua jenis perangkat gamelan, bambu, ditambah gitar ukulele itu tadi untuk berimprovisasi. Seringkali juga dia ‘bermain’ musik dengan mulutnya. Yang jelas, Slamet Gundono mengemas Wayang Suket secara apik dan unik sebagai kreasi baru dunia pewayangan. Cerita yang diangkatnya pun tak sekadar cerita-cerita klasik yang bersumber dari kitab Mahabarata, Ramayana, kisah Panji, atau kisah Menak, tapi sudah berkolaborasi dengan sumber cerita keseharian yang lagi menjadi sorotan. Seringkali dia menyandingkan tokoh-tokoh wayang yang biasa dikenal dengan tokoh yang dicomot dari dunia keseharian sang dalang, semuanya berbalut kritik sampai joke-joke yang membuat penonton terpingkal-pingkal. Intinya, dia berpijak pada seni tradisi dalam mengupas persoalan pada masa kekinian. Biasanya, seusai pentas banyak penonton yang berebutan wayang suket untuk dibawa pulang dan dipajang di rumahnya masing-masing. Dari pengalaman beberapa tahun memopulerkan wayang suket, Slamet Gundono menandai orang-orang yang mengundang wayang suket tidak sekadar nanggap. Dia menangkap romantisme kuat pada mereka, yakni romantisme masyarakat agraris. Itu ada di ruang bawah sadar orang-orang kota. Tak hanya orang-orang asal Jawa yang antusias. Penonton di Berlin, Jerman, pun memberikan antusiasme serupa. Terlepas dari itu, Slamet Gundono terbilang sukses telah membuat Wayang Suket menjadi sebuah media seni teater berbasis kesenian tradisional wayang. Kelebihannya terletak pada ruang yang sangat bebas bagi penonton untuk membangun imajinasinya lewat wayang suket itu, menafsir kembali siapa itu wayang-wayang sebagai bayangan hidup. Ibaratnya manusia terus tumbuh tapi wayang kulit tidak. Werkudoro yang sedang sakit, misalnya, akan tetap membusung gagah, menangis pun tetap membusung gagah. Di satu sisi, ini menunjukkan wayang kulit sudah terlalu puncak, sudah selesai sebagai sebuah perjalanan estetika. Sudah stagnan untuk memberi ruang bebas. Sehingga akhirnya muncul eksperimen-eksperimen vulgar dan Slamet Gundono tampaknya memutuskan memilih suket untuk memulainya. Satu hal lainnya, bagi Gundono, filosofi suket sebagai sesuatu yang terus tumbuh adalah spirit yang membuatnya bangga. Suket hanya butuh air dan sinar matahari. Kekuatan filosofi inilah yang menggambarkan kekuatan ruang imajinasi dari wayang suket. Pertunjukkannya itu sendiri merupakan simbol grassroots. (Hanif Nashrullah/ Foto: www.gamelan.org.nz---dikumpulkan untuk memenuhi tugas tengah semester (1) mata kuliah Sejarah Pertunjukan Indonesia, Program Studi S-1, jurusan Teater, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya)

Wednesday, January 21, 2009

Obamafest

Barack Hussein Obama, dini hari tadi (21/1), atau Selasa siang waktu setempat, akhirnya dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat ke- 44. Ratusan ribu orang memadati kota Washington DC untuk menyaksikan peristiwa bersejarah ini. Kantor berita AFP melaporkan, sekitar 318.422 orang dari luar kota berdatangan melalui terminal Subway Washington DC sejak Selasa pagi demi mengikuti jalannya inaugurasi presiden berkulit hitam pertama Amerika Serikat ini. Memang ada banyak acara pesta bagi warga di hari inaugurasi Presiden Barack Obama ini. Janet Esteele, dosen Ilmu Komunikasi di salah satu universitas di Washington DC, dalam tuilsan kolomnya di Harian Surya (19/1), memaparkan, selain beberapa pesta yang memang telah diagendakan oleh pemerintah bagi para undangan, juga terdapat pesta-pesta tidak resmi lainnya yang digelar sendiri oleh inisiatif sebagian warga di setiap sudut jalanan Kota Washington. Untuk keperluan perayaan pesta-pesta tersebut, menurut Janet, seluruh hotel di Washington sudah dibooking habis bahkan sejak jauh hari oleh orang-orang dari luar kota yang ingin turut merayakannya. Keberhasilan Barack Obama dari Partai Demokrat dalam memenangi Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) pada 5 November 2008 lalu itu memang seakan tiada habisnya dirayakan. Tak hanya oleh pendukungnya di dalam negeri, tapi juga di seluruh dunia. Di Kenya, tempat Obama dilahirkan, malah langsung menetapkan hari terpilihnya itu sebagai hari libur nasional. Di negara-negara Eropa, suasana perayaannya digambarkan seperti Octoberfest; ada musik dan semua orang bergembira. Sebut saja yang ini Obamafest dan ternyata suasana seperti ini juga bisa dirasakan di Indonesia. Maklumlah, sang Presiden pernah bersekolah di SDN Menteng 1 Jakarta. Seluruh ‘Civitas Akademika’ di sekolah itu pun turut merayakan keberhasilan salah satu bekas siswanya yang terpilih jadi presiden di negeri adidaya itu. AFP melaporkan (5/11), mantan teman-teman sekelas ‘Barry’, sapaan akrab Barack Obama semasa bersekolah di SDN Menteng 1, turut merayakan keberhasilannya ini dan berharap suatu saat nanti bisa mengadakan reuni di Gedung Putih, Washington DC. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga diberitakan turut berbangga atas kemenangan ‘Anak Menteng’ yang satu ini dan berharap bisa turut memberikan perubahan bagi Bangsa Indonesia. Ya, ‘perubahan’! Itulah slogan kampanye Obama yang mengantarkannya melangkah ke Gedung Putih. Lengkapnya ‘Change, Yes It Can’! Bukan ‘Coblos Brengose’, ‘Coblos Jenggot Putih’, ataupun semacam tema-tema kampanye narsis dan kampungan lainnya seperti yang selama ini marak bertebaran di jalan-jalan raya pada musim Pemilu atau Pilkada di tanah air. Tema ‘perubahan’ yang ditawarkan Obama inilah yang berhasil menarik simpati sebagian besar warga AS yang ternyata juga memimpikan perubahan. Atas tema ini pula Obama kemudian juga digadang-gadang oleh masyarakat Internasional sebagai sosok yang diharapkan bisa mengubah citra AS yang selama ini dipandang buruk. Terlepas dari itu semua, yang jelas, kemenangan Obama dalam meraih kursi Presiden AS telah memberi suatu semangat bagi warga dunia, termasuk Indonesia. Minimal, mendekati Pemilu 2009, terbukti telah banyak dijumpai politikus muda yang sudah mulai meniru gaya-gaya Obama. Bahkan, Ilham Anas, seorang fotografer asal Jakarta yang sebelumnya tidak pernah dikenal, meski dia bukan politisi, namanya ikut melambung hanya gara-gara wajahnya mirip Barack Obama. Itu sah-sah saja. Tapi, yang terpenting, jangan terlalu larut dengan prestasi yang baru saja diraih Obama. Sekadar ikut berbangga boleh saja dan hendaknya jangan terlalu banyak berharap sesuatu yang terlalu signifikan dari kemenangan Obama ini, khususnya terkait dengan hubungan bilateral Indonesia - Amerika Serikat. Terlebih Obama pasti akan disibukkan oleh urusan negaranya sendiri yang sedang dilanda krisis moneter sebagaimana diungkapkan dalam pidatonya seusai disumpah sebagai Presiden Amerika Serikat dalam prosesi inaugurasi dini hari tadi. Hal ini juga dimaksudkan agar kita tidak terlalu kecewa seandainya selama Barack Obama memimpin dunia dan ternyata Indonesia masih tetap didikte oleh Amerika Serikat. Maka sebaiknya Indonesia jangan terlalu banyak berharap pada orang lain. Percaya diri sajalah dan banyak-banyak berbenah diri demi terwujudnya perubahan di negeri Indonesia yang tercinta ini! (Hanif Nashrullah/ Foto: Reuters via Yahoo)

Tuesday, January 20, 2009

Makna Proklamasi RI dan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945

“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” (Proklamasi RI, 17 Agustus 1945) - Proklamasi merupakan semacam sebuah pernyataan bahwa negara Indonesia berdaulat penuh dan merdeka. Sebagai sebuah negara yang berdaulat penuh, maka Indonesia perlu punya Undang-Undang Dasar (seperti AD/ART kalau di organisasi), yang belakangan disepakati sebagai UUD 1945. Karena UUD 1945 merupakan sebuah tatanan dasar sebuah Negara, maka perlu dibuatkan sebuah pengantar Undang Undang yang disebut Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 ini tak lain didasari oleh Pancasila sebagai Pedoman Negara. Dalam sejarahnya, sidang BPUPKI memang membahas dasar filsafat Pancasila terlebih dahulu sebelum kemudian membahas Pembukaan UUD 1945. Tampaknya pendiri Negara Indonesia menganggap penting perumusan dasar negara untuk dibahas terlebih dahulu karena memang suatu Negara yang akan dibentuk harus memiliki dulu dasar ideologinya. Pada saat itu sebenarnya sudah ada ideologi komunis dan liberal. Ternyata bangsa Indonesia menginginkan dasar negara yang sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri. Dasar Negara tersebut mendapatkan suatu legalitasnya dalam Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Pembukaan UUD 1945. Dengan masuknya rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD, maka ia menjadi inti dari Pembukaan UUD 1945 dan kedudukan Pembukaan UUD 1945 menjadi kuat. Apalagi dari Penjelasan UUD 1945 dikatakan kalau Pembukaan itu memiliki empat pokok pikiran dan ternyata keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 itu tak lain adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945; bahwa Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi selain sebagai Mukadimah UUD 1945 juga sebagai suatu yang bereksistensi sendiri karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila tidak tergantung pada batang tubuh UUD 1945. Bahkan sebagai sumbernya; bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945 dengan demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara RI. ***** “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” ***** Demikianlah, dalam kutipan Pembukaan UUD 1945 di atas, ternyata sekaligus pula tertuang dengan jelas isi Proklamasi dan Pancasila. Alangkah sempurnanya. Pembukaan UUD 1945 sekaligus melukiskan pandangan, tujuan, falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia dengan jelas seperti juga yang tertuang dalam naskah proklamasi dan pancasila. Pada akhirnya, antara naskah Proklamasi, Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu bagian yang tak dapat dipisahkan antara satu dan yang lain. Dengan begitu, ketika bangsa lain hanya memiliki masing-masing satu proclamation of independence dan declaration of independence, maka bangsa Indonesia memiliki keduanya sekaligus dalam satu, seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yang intinya menyerukan kepada seluruh dunia bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka. Oleh karena itu, Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Terlebih karena terlekat pada proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pancasila sebagai pedoman negara, sehingga tidak bisa dirubah baik secara formal maupun material. Secara hakiki, Pembukaaan UUD 1945 memiliki kedudukan sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci, mengandung dasar, rangka dan suasana bagi negara dan tertib hukum Indonesia, serta mengandung adanya pengakuan terhadap hukum kodrat, hukum Tuhan dan adanya hukum etis atau hukum moral. Penjelasan UUD 1945 yang merupakan bagian dari keseluruhan UUD 1945 menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran, yaitu: (1) bahwa Negara Indonesia adalah negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mencakupi segala paham golongan dan paham perseorangan; (2) bahwa Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganya; (3) bahwa Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat. Negara dibentuk dan diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat; dan (4) bahwa Negara Indonesia adalah negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Juga dinyatakan bahwa “Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya”. Seiring dengan dinamika ketatanegaraan, sekarang ini pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang dimuat dalam Penjelasan UUD 1945 telah mengalami perubahan sebagai agenda utama era reformasi yang mulai dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1999 dan telah menghilangkan penjelasan ini. Namun pada Sidang Tahunan MPR 1999, seluruh fraksi di MPR membuat kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945, yaitu: sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, selain juga mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempertahankan sistem presidensiil (dalam pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensiil), memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945 dan menempuh cara adendum dalam melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Kesepakatan tersebut dilampirkan dalam Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk melanjutkan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Hanif Nashrullah/ Foto: Wikipedia.com---dikumpulkan untuk memenuhi tugas akhir semester (1) mata kuliah Pancasila, Program Studi S-1, jurusan Seni Teater, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya)

Monday, January 19, 2009

PEMERANAN: Sebuah Pengantar bagi Aktor dan Aktris

Studi tentang pemeranan merupakan hal yang mutlak yang harus dikuasai oleh seorang aktor (dan aktris). Di sekolah-sekolah/ kampus seni jurusan teater, bahkan di seluruh dunia, program studi pemeranan menjadi salah satu mata kuliah yang ‘wajib hukumnya’. Studi tentang keaktoran ini tak lain meliputi materi-materi yang harus dikuasai oleh seorang aktor. 90% dari studi ini adalah praktek. Memang, tak ada kata lain bagi seorang aktor selain: “kerja (latihan), kerja, dan kerja!". Kebanyakan yang diajarkan dalam program studi pemeranan tak lebih di sekitar olah tubuh, gerak, vokal dan sukma. Di negara-negara maju seperti di kawasan Eropa, misalnya, item-item yang diajarkan dalam program studi pemeranan selama satu semester meliputi: (1) Teori Teater, merupakan pelajaran yang berisikan tentang sejarah dan perkembangan teater, teori-teori serta pandangan tokoh-tokoh teater dunia. Segala hal yang menyangkut teori, diajarkan dalam pelajaran ini. Bisa jadi inilah satu-satunya pelajaran teori yang diberikan dalam program studi pemeranan; (2) Teknik Tari, dalam pelajaran ini siswa dilatih untuk melakukan dan menemukan teknik-teknik dasar menari. Beragam teknik diberikan mulai dari dasar hingga samapai rangkaian gerak; (3) Dasar-dasar Menari, merupakan kelanjutan dari dasar tari, di mana siswa dilatih untuk menari dalam gaya atau bentuk tarian tertentu. Jenis tarian yang diajarkan tentu saja tarian yang populer sehingga lebih bisa mengena dan dapat digunakan (diaplikasikan) dalam pertunjukan teater; (4) Ritmik Dasar, merupakan pelajaran seni musik dasar yang memberikan keterampilan kepada siswa untuk dapat membaca not dan melagukannya dengan diiringi piano. Akhir dari pelajaran ini adalah menyanyi. Jadi menyanyi juga merupakan satu hal yang harus dilatihkan kepada aktor; (5) Interpretasi Syair, merupakan kelanjutan dari pelajaran Ritmik Dasar. Tujuannya adalah agar sang penyanyi dapat mengahayati lagu yang dinyanyikan, maka interpretasi syair lagu harus dipahami sebaik mungkin; (6) Akrobat, pelajaran ini menyangkut ketahanan fisik dan kemampuan tubuh melakukan atraksi. Tidak saja kelenturan tetapi beragam gaya dan aksi dapat dilakukan oleh aktor dengan media tubuhnya. Kira-kira inti pelajaran akrobat dalam program studi pemeranan seperti itu; (7) Bela Diri, seni beladiri yang diajarkan adalah Anggar dan toya. Dasar-dasar bermain anggar diajarkan hingga sampai koreografi perkelahian kelompok dengan menggunakan senjata pedang. Demikian juga dengan piranti toya, mulai dari toya pendek hingga toya panjang dan juga koreografi kelompok dilatihkan di sini; (8) Teknik Olah Tubuh, di masing-masing negara, teknik yang dipakai beragam. Di Jerman, misalnya, menggunakan teknik Feldenkrais, yang merupakan teknik olah tubuh yang ditemukan oleh Mose Feldenkrais. Teknik olah tubuh lainnya yang lazim digunakan di Amerika adalah teknik Alexander. Teknik ini menggabungkan olah logika dan olah tubuh. Dalam pelajarannya, tubuh dikendalikan oleh pikiran dan pikiran memikirkan keberadaan tubuh sedetil mungkin. Segala jenis gerak ketidakbiasaan juga dilatihkan. Misalnya, bagaimana memaksimalkan tangan kiri seperti halnya tangan kanan, dan lain sebagainya. Ada juga teknik tentang olah tubuh lainnya dari Stanilovsky, yang lebih menjurus ke acting. Ada pula ajaran teknik dari Brotowsky yang lebih mengajarkan gerak sebagai simbol-simbol; (9) Tubuh dan Suara, pelajaran dasar olah vokal yang dikombinsaikan dengan olah tubuh dalam sebuah permainan. Koordinasi antara pikiran, gerak tubuh dan suara dilatihkan dalam game-game yang menarik; (10) Olah Suara, pelajaran khusus olah suara yang mengksplorasi ragam jenis suara dan kemungkinan-kemungkinan rangkaian suara yang dapat diproduksi melalui pita suara serta disesuaikan dengan nada-nada musik. Gerak-gerak dasar juga dilakukan dalam mengeksplorasi suara. Demikian juga ketika suara harus menyesuaikan dengan nada musik maka gerak tubuh harus mengikuti irama yang dimainkan; (11) Wicara, pelajaran khusus dialog di mana siswa dilatih berbicara mulai dari tahap pernafasan hingga sampai mengucapkan rangkaian kalimat. Pelajaran ini sangat detil karena setiap penggal kata, jeda, pelafalan, intonasi, diksi dan semua problem berbicara diperhatikan dan dipelajari; (12) Fragmen, dalam pelajaran ini semua siswa dapat mengaplikasikan beragam teknik yang telah didapati dalam seluruh mata pelajaran yg telah diikuti. Fragmen dimulai dari pencarian karakter hingga sampai memainkannya, baik secara improvisasi ataupun dengan menggunakan naskah. Adapun tahap akhir dari pelajaran ini adalah memainkan naskah secara penuh/ fullplay yang sekaligus sebagai ujian akhir dalam menempuh studi ini. Dari keseluruhan item-item dalam program studi pemeranan seperti yang terpapar di atas, ternyata itu semua adalah pengembangan dari olah tubuh, gerak, vokal dan sukma. Selebihnya adalah penggalian yang pada akhirnya menjadi bagian-bagian (cabang-cabang) yang lebih detil, teliti dan cermat. Memang, masih banyak sebagian aktor di Indonesia yang masih terjebak dalam pola pembelajaran tentang studi pemeranan yang diwariskan secara turun temurun dari para seniman pendahulunya tanpa mau menguak lagi apa sesungguhnya yang perlu dikuasai (dipelajari) oleh seorang aktor – di mana masih berkutat pada soal olah tubuh, gerak, vokal dan sukma itu tadi. Sehingga masih banyak ditemui aktor-aktor yang tidak bisa menyanyi ataupun menari di negeri ini. Celakanya banyak kalangan yang mengakui mereka sebagai aktor. Pendeknya, ternyata para aktor di tanah air, para pemula khususnya, masih perlu lebih banyak belajar lagi tentang studi pemeranan. Sebab bisa jadi item-item tentang studi pemeranan seperti yang dipaparkan di atas kedepannya bisa berkembang lebih luas lagi. Terlepas dari itu semua, yang terpenting bagi seorang aktor adalah terus bekerja, kerja dan kerja! (Naskah & Foto: Hanif Nashrullah---dikumpulkan untuk memenuhi tugas akhir semester (1) mata kuliah Pemeranan, Program Studi S-1, jurusan Seni Teater, Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya)

Sunday, January 18, 2009

Bengkel Muda Mencari Aktor dan Aktris

Kelompok Teater Bengkel Muda Surabaya (BMS) membuka kesempatan bagi generasi muda untuk bergabung menjadi anggota. Syaratnya minimal lulus SMA/ sederajat atau sedang kuliah. Sudah bekerja juga tidak masalah. Formulir pendaftaran bisa langsung diambil di sekretariat BMS, Kompleks Balai Pemuda, Jl. Gubernur Suryo 15 Surabaya, dengan menghubungi Sdr. Ipung, Nuri atau Hanif, sebelum tanggal 27 Januari. Besar kemungkinan pendaftaran akan langsung ditutup jika peminat telah memenuhi kuota sebelum masa tenggat pendaftaran berakhir. Para calon anggota baru itu akan langsung dididik menjadi seorang aktor/ aktris selama tiga bulan, mulai awal Februari hingga April, dengan intensitas setiap dua kali seminggu. Saat ini BMS sedang masa jeda setelah melakukan proses panjang produksi lakon 'Pesta Pencuri', naskah Perancis, karya Jean Anouilh, yang diadaptasi dan disutradarai oleh Zainuri, dan telah ditampilkan di 10 kota besar di Pulau Jawa selama 2007 - 2008. Penerimaan calon anggota baru ini dibuka sebagai salah satu persiapan untuk menyongsong produksi baru Teater BMS yang rencananya akan mulai inten digarap pada pertengahan 2009 mendatang. (Naskah & Foto: Hanif Nashrullah)